KUANSING/RIAU - Diduga Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Kamparindo Argo Industri (KAI) yang berada di Kecamatan Pucuk Rantau Desa Muaro Tiu menerima Tanda Buah Segar (TBS) dari Sawit Hutan Lindung, Hal tersebut terpantau awak media pada Senin 16/05/2023.
Sebut saja Masyarakat inisial Am yang tidak mau di sebut namanya masyarkat sekitar, buah sawit itu dari hutan lindung, kenapa begitu ? jadi hampir rata-rata buah dari sana mutan mobil tidak penuh kalau perkiraan berkisar hanya 4 ton saja karena jalan di sana itu buruk atau susah di lalui, kata Am.
Ia menambahkan, buah yang dari situ ada dari hasil sawit ATR dan masyarakat Sisip. Kalau punya ATR sudah pasti ke PT. KAI mungkin karena PT. KAI dan ATR itu ada kerjasama, jelasnya.
Ditambahkan Masyarakat sekitar yang tidak mau disebut namanya, kalau tidak dari hasil sawit Hutlin manalah mungkin sebab dugaan kami produksi PKS nya tidak akan mencukupi target jika hanya mengharap buah sawit masyarakat sekitar, ucapnya.
Sementara (red) di kutip dari situs Menlhk.co.id Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa tidak ada pemutihan ataupun pengampunan bagi kepemilikan sawit dalam kawasan hutan.
Hal ini ditegaskan Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono, dalam sosialisasi implementasi UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 dan PP 24 tahun 2021 di Polda Riau. Hadir dalam kegiatan ini Kapolda Riau, seluruh Polres, swasta, anggota DPD RI Instiawati Ayus dan para pihak terkait lainnya.
''Dalam UUCK tidak ada pemutihan dan pengampunan, kita sepakat menyelesaikan terbangunnya usaha atau kegiatan sebelum UUCK di dalam kawasan hutan yang ditandai selesainya proses hukum administrasi. Seperti dalam pasal 110 B UUCK, kawasan yang kita selesaikan tetap akan berstatus kawasan hutan, '' jelas Bambang.
Ketua tim Satuan Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Implementasi (Satlakwasdal) UUCK ini mengatakan, pendekatan hukum yang digunakan memang ultimum remedium atau mengedepankan sanksi administratif. Namun bukan berarti sanksi hukum hilang begitu saja. Pengenaan sanksi administratif digunakan untuk memberi ruang bagi kelompok masyarakat yang berada di dalam kawasan, contohnya akibat perubahan tata ruang, kebijakan ijin lokasi yang dikeluarkan Pemda, dan juga kelompok rakyat kecil yang telah bermukim lima tahun berturut-turut
''Mereka ini nanti akan diidentifikasi penyelesaiannya melalui pasal 110 A dan pasal 110 B. Kebijakan ini hanya berlaku bagi yang sudah beraktifitas dalam kawasan sebelum UUCK. Jika masih melakukan kegiatan baru dalam kawasan hutan setelah UUCK disahkan 2 November 2020, maka langsung dikenakan penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi pidana, tidak berlaku lagi sanksi administratif, '' tegas Bambang.
Sementara pihak Humas PT. KAI tentang hal tersebut belum mendapat jawaban melalui pesan WhatsApp saat di konfirmasi hingga berita ini di terbitkan.(Wawan Syahputra).