Teluk Kuantan - Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) seharusnya menjadi perhatian penting Pemda Kuantan Singingi, Seperti Ruko di Pasar Teluk Kuantan. HGB di atas HPL adalah hak atas tanah yang di berikan kepada pemegangnya hak pengelolaan, penggunaan, bahkan hak guna usaha di atas tanah HPL yang diterbitkan oleh negara/Pemda Kabupaten Kuantan Singingi bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Terkait HGB diatas HPL Ruko ini kami yang memiliki ruko tidak mengetahuinya, pasalnya pemerintah daerah tidak ada memberitahukan kita, " kata salah satu pemilik ruko di Teluk Kuantan saat di konfirmasi Sinin, 15/01/2024 yang tidak mau di publikasikan namanya.
Dan selama ini terkait pajak lancar - lancar saja, terkahir bayar PBB berkisar 500 ribu rupiah, ungkapnya.
Terkait perpanjangan HGB di atas HPL dan persetujuan dari pemegang HPL sangatlah penting, mengingat jangka waktu HGB terbatas. Hal mendasar yang perlu diketahui yaitu terkait dengan HGB. HGB dapat dimaknai sebagai hak seseorang untuk bisa memiliki tanah dengan mendirikan bangunan
Menurut Ujang Andi Nurwijaya, SH., HGB dapat dibagi menjadi 2 yaitu HGB dan HGB diatas HPL, HGB bisa dimaknai sebagai suatu hak guna bangunan atas tanah yang didapatkan secara langsung melalui instansi memberikan hak atau otoritas yang memiliki kewenangan untuk memberikan izin sertifikat HGB.
Sedangkan untuk HGB diatas HPL merupakan jenis hak guna bangunan yang di dapat dari pihak lain yang memiliki hak pengelolaan (HPL) yang di berikan Negara.
Prosedur kepemilikan HGB diatas HPL perlu dilakukan dengan melengkapi dokumen seperti surat kuasa, penandatanganan perjanjian, surat persetujuan dari Badan Usaha Milik Negara atau Pemda dan juga pembayaran biaya administrasi sebagai uang pengganti. Bagunan HGB diatas HPL ini bisa dikatakan sebagai bangunan yang masih terikat dengan Pemda atau BUMN/D, dengan proses pemberian Hak dalam jangka waktu tertentu, Ungkap Lelaki yang berprofesi Pengacara ini.
Lanjutnya, untuk harga beli dari HGB di atas HPL biasanya dibandrol dengan harga lebih rendah dibanding HGB murni karena pemerintah menerapkan harga jual HGB juga lebih tinggi. Kemudian jika dilihat dari masa berlakunya, HGB memiliki masa berlaku selama 30 tahun dan bisa diperpanjang sebanyak 2 kali dalam waktu 20 tahun sehingga masa berlakunya bisa sampai 70 tahun.
Sementara untuk HGB diatas HPL hanya dilengkapi dengan masa berlaku sekitar 15-20 tahun tergantung dengan kesepakatan yang dilakukan dua belah pihak. Memperoleh perizinan HGB diatas HPL ini juga dianggap lebih mudah dibandingkan dengan HGB biasa yang membutuhkan waktu lebih lama. Hal yang membuat HGB lebih lama tersebut karena memerlukan proses perizinan pemerintah.
Kekurangan dan kelebihan sudah pasti ada, HGB diatas HPL ini yaitu terbilang lebih beresiko karena memiliki status kepemilikan tanah yang masih menggantung pada kebijakan pemerintah. Selain itu, batas waktu kepemilikannya juga sangat terbatas dan harus diperpanjang dengan biaya lebih mahal dibandingkan bangunan dengan HGB.
Dalam hal pemberian HGB dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan nasional (ATR/BPN) sedangkan HGB berada dilahan HPL Perlu terlebih dahulu mengurus perizinan dalam bentuk persetujuan mendirikan gedung dan Bangunan ke Pemda, maka HGB murni dan HGB di atas HPL mempunyai pandangan hukum yang berbeda dari perspektif hak atas tanah di Indonesia.
Oleh karena itu, penting untuk memahami aturan penerbitan serta perpanjangan HGB murni dan HGB di atas HPL agar penggunaannya tidak melanggar hukum. Memutuskan untuk menggunakan HGB murni atau HGB di atas HPL.
Perlu dipahami bahwa peraturan dan undang-undang yang berbeda berlaku untuk pemberian hak atas tanah, Karena itu, harus berkonsultasi dengan ahli atau pengacara yang paham real untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan keuntungan. Sebagai alternatif pilihan terbaiknya, sebelum memutuskan untuk memilih Ruko di teluk Kuantan.
Untuk diketahui, Masih kata Ujang yang akrab di sapa ini, terkait HGB diatas HPL telah terdaftar melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan bila berdasar pasal 6 UU Hak Tanggungan dan secara rinci mengenai penyertaan dalam tindak pidana umum dan tindak pidana khusus (tindak pidana korupsi) maksudnya, jika ada Masyarakat menyalah Gunakan HGB diatas HPL besar kemungkinan terjerat tindak pidana umum, begitu juga sebaliknya jika itu di manfaatkan oleh ASN delik tindak pidana korupsi akan menanti.
Satu lagi, jika hal diatas tidak cepat ditanggapi baik si pemegang HGB diatas HPL jangan di salahkan Pemda dan pemerintah bila sewaktu - waktu mengambil dan menggusur.
Terkait permasalahan diatas, saat dikonfirmasi Dinas PUPR Kab. Kuantan Singingi, hingga berita ini di terbitkan belum mendapat jawaban begitu juga pihak BPN masih mengupayakan konfirasi.(Wawan).